"Ibu, apakah orang lain yang melihat mukaku akan
ngeri?" kata-kata itu terlontar dari mulut anak
laki-laki kesayanganku, yang mengalami kanker rongga
mulut dan telah meninggalkan aku untuk
selama-lamanya.
Pertanyaan itu keluar pada saat ia mau keluar rumah
dan melangkah ragu karena menyadari keadaannya.
Ia pernah menjalani operasi terapi sinar dan minum
obat untuk memperingan sakitnya yang membawa banyak
perubahan pada fisik dan menyebabkan garis-garis
luka pada wajahnya. Dengan menahan perasaan dan air
mata, aku menepuk-nepuk pundaknya dan dengan
setengah bercanda aku berkata, "Tidak sayang, kamu
masih kelihatan sangat tampan!" Kata-kata yang
memberikan penghiburan dan semangat bagi dia untuk
berani melangkah keluar rumah bersamaku ke
supermarket.
Pemuda yang bertubuh atletis, tampan dan
menyenangkan, dengan pekerjaan yang bagus, tetapi
harus bergumul dengan penyakit yang mengharuskan dia
menderita secara lahir dan batin. Ia memiliki teman,
orang tua, adik, sanak famili, dan istri yang sangat
mencintai dan memerhatikannya. Ia memperoleh
kehangatan, simpati, perawatan dalam penderitaannya,
walaupun ia tidak pernah menyatakan keluh kesahnya
pada orang lain.
Adakalanya anak lelakiku itu membuat kue untuk
menyambut teman yang datang mengunjunginya, memasak
untuk istrinya yang pulang dari kerja. Kasih mesra
dengan istrinya tidak pernah terpengaruh oleh
kondisi tubuh yang sakit melainkan mereka
bersama-sama menghadapi penyakit yang dideritanya,
walaupun akhirnya ia harus meninggalkan aku dan
istrinya untuk pulang ke rumah Bapa di surga.
Kepergian anak yang kusayangi meninggalkan luka yang
sangat mendalam dalam hatiku, tidak ada orang yang
dapat menyelami perasaanku itu.
Aku pernah bertanya, "Bagaimana mungkin Tuhan tega
memetik bunga yang baru mekar itu?" dan "Mengapa
Tuhan memberikan pencobaan itu padaku?" Kesedihan
itulah yang membuat aku marah pada Tuhan dan
beberapa tahun lamanya aku menjauhkan diri dari
Tuhan.
Setelah sekian lama aku mengalami kesedihan,
akhirnya aku sadar bahwa Tuhan memiliki tujuan
terhadap apa yang terjadi pada orang-orang
pilihan-Nya dan aku dapat menjadi lebih bersyukur
dalam penderitaan. Aku teringat peristiwa yang
mengharuskanku membawa seluruh keluargaku percaya
pada Tuhan dan menerima dia sebagai Juru Selamat.
Aku teringat suatu sore tahun 1985; seusai pulang
kerja aku naik bus dan setelah sampai tujuan aku
turun, tatkala menyeberang jalan ada truk dengan
kecepatan tinggi menerjang aku tanpa aku sempat
menghindar. Aku hanya bisa berkata, "Tamatlah
riwayatku!" Tapi sungguh mengherankan dalam keadaan
yang sangat kritis tiba-tiba truk itu berhenti.
Meskipun demikian truk itu sempat menyenggol tangan
kananku dan mengakibatkan luka-luka ringan. Aku
bersyukur atas perlindungan Tuhan yang tepat waktu
sehigga aku terhindar dari kematian. Sesampai di
rumah, kami sekeluarga mengucap syukur atas
perlindungan Tuhan. Sejak itu, timbul pemikiran
bahwa anak laki-lakiku dan istrinya serta anak
perempuanku belum percaya pada Tuhan, sedangkan aku
dan suamiku sudah percaya pada Tuhan. Aku berpikir,
seandainya aku meninggal dalam kecelakaan itu,
bagaimana aku punya muka untuk bertemu muka dengan
Tuhan? Padahal waktu itu dokter telah menemukan
penyakit yang diderita anakku.
Aku semakin bersungguh-sungguh berdoa agar Roh Kudus
bekerja di tengah-tengah keluargaku sehingga satu
persatu keluargaku percaya kepada Tuhan. Aku memohon
agar Tuhan menolong supaya pada masa tuaku dapat
memberitakan kuasa Tuhan kepada semua orang. Aku
ingat menjelang hari Natal, aku meminta tolong
seorang pendeta untuk membelikan dua Alkitab sebagai
hadiah Natal bagi kedua anakku.
Pendeta menasihatkan supaya aku banyak berdoa
memohon bimbingan Roh Kudus agar anakku mengenal
kebenaran.
Aku sungguh bersyukur pada Allah yang menyayangi
hamba-Nya dan Roh Kudus yang telah bekerja. Karena
tidak lama kemudian anak perempuanku dan pacarnya
bukan hanya ikut kebaktian, tapi juga menerima
baptisan. Sedangkan anak lelakiku yang sedang gawat
karena kanker rongga mulut -- segala pengobatan yang
telah dilakukan tidak dapat meringankan penyakitnya,
Tuhan membuka mata hatinya sehingga mau menerima
Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat pribadinya.
Dan yang sangat menggembirakan, istrinya pun ikut
percaya sehingga mereka bersama-sama menerima
baptisan kudus.
Luka hati yang sangat dalam karena ditinggalkan
seseorang yang kita cintai, tidak akan mudah untuk
dilupakan. Tapi aku yakin bahwa Allah yang aku
percaya akan selalu berada di sampingku, memimpin
dan melindungi sepanjang hidupku yang penuh
kelelahan dan penderitaan.
Bahan diambil dan diedit seperlunya dari:
Judul buku : Jalan Tuhan Terindah
Judul artikel: Hati yang Luka
Penulis : Pdt. Paulus Daun, M. Div, Th. M
Penerbit : Yayasan Daun Family Manado
Halaman : 3 -- 6
0 komentar:
Post a Comment