May 25, 2012

Hati yang Luka

"Ibu, apakah orang lain yang melihat mukaku akan ngeri?" kata-kata itu terlontar dari mulut anak laki-laki kesayanganku, yang mengalami kanker rongga mulut dan telah meninggalkan aku untuk selama-lamanya.
Pertanyaan itu keluar pada saat ia mau keluar rumah dan melangkah ragu karena menyadari keadaannya.

Ia pernah menjalani operasi terapi sinar dan minum obat untuk memperingan sakitnya yang membawa banyak perubahan pada fisik dan menyebabkan garis-garis luka pada wajahnya. Dengan menahan perasaan dan air mata, aku menepuk-nepuk pundaknya dan dengan setengah bercanda aku berkata, "Tidak sayang, kamu masih kelihatan sangat tampan!" Kata-kata yang memberikan penghiburan dan semangat bagi dia untuk berani melangkah keluar rumah bersamaku ke supermarket.

Pemuda yang bertubuh atletis, tampan dan menyenangkan, dengan pekerjaan yang bagus, tetapi harus bergumul dengan penyakit yang mengharuskan dia menderita secara lahir dan batin. Ia memiliki teman, orang tua, adik, sanak famili, dan istri yang sangat mencintai dan memerhatikannya. Ia memperoleh kehangatan, simpati, perawatan dalam penderitaannya, walaupun ia tidak pernah menyatakan keluh kesahnya pada orang lain.

Adakalanya anak lelakiku itu membuat kue untuk menyambut teman yang datang mengunjunginya, memasak untuk istrinya yang pulang dari kerja. Kasih mesra dengan istrinya tidak pernah terpengaruh oleh kondisi tubuh yang sakit melainkan mereka bersama-sama menghadapi penyakit yang dideritanya, walaupun akhirnya ia harus meninggalkan aku dan istrinya untuk pulang ke rumah Bapa di surga.

Kepergian anak yang kusayangi meninggalkan luka yang sangat mendalam dalam hatiku, tidak ada orang yang dapat menyelami perasaanku itu.
Aku pernah bertanya, "Bagaimana mungkin Tuhan tega memetik bunga yang baru mekar itu?" dan "Mengapa Tuhan memberikan pencobaan itu padaku?" Kesedihan itulah yang membuat aku marah pada Tuhan dan beberapa tahun lamanya aku menjauhkan diri dari Tuhan.

Setelah sekian lama aku mengalami kesedihan, akhirnya aku sadar bahwa Tuhan memiliki tujuan terhadap apa yang terjadi pada orang-orang pilihan-Nya dan aku dapat menjadi lebih bersyukur dalam penderitaan. Aku teringat peristiwa yang mengharuskanku membawa seluruh keluargaku percaya pada Tuhan dan menerima dia sebagai Juru Selamat.

Aku teringat suatu sore tahun 1985; seusai pulang kerja aku naik bus dan setelah sampai tujuan aku turun, tatkala menyeberang jalan ada truk dengan kecepatan tinggi menerjang aku tanpa aku sempat menghindar. Aku hanya bisa berkata, "Tamatlah riwayatku!" Tapi sungguh mengherankan dalam keadaan yang sangat kritis tiba-tiba truk itu berhenti. Meskipun demikian truk itu sempat menyenggol tangan kananku dan mengakibatkan luka-luka ringan. Aku bersyukur atas perlindungan Tuhan yang tepat waktu sehigga aku terhindar dari kematian. Sesampai di rumah, kami sekeluarga mengucap syukur atas perlindungan Tuhan. Sejak itu, timbul pemikiran bahwa anak laki-lakiku dan istrinya serta anak perempuanku belum percaya pada Tuhan, sedangkan aku dan suamiku sudah percaya pada Tuhan. Aku berpikir, seandainya aku meninggal dalam kecelakaan itu, bagaimana aku punya muka untuk bertemu muka dengan Tuhan? Padahal waktu itu dokter telah menemukan penyakit yang diderita anakku.

Aku semakin bersungguh-sungguh berdoa agar Roh Kudus bekerja di tengah-tengah keluargaku sehingga satu persatu keluargaku percaya kepada Tuhan. Aku memohon agar Tuhan menolong supaya pada masa tuaku dapat memberitakan kuasa Tuhan kepada semua orang. Aku ingat menjelang hari Natal, aku meminta tolong seorang pendeta untuk membelikan dua Alkitab sebagai hadiah Natal bagi kedua anakku.
Pendeta menasihatkan supaya aku banyak berdoa memohon bimbingan Roh Kudus agar anakku mengenal kebenaran.

Aku sungguh bersyukur pada Allah yang menyayangi hamba-Nya dan Roh Kudus yang telah bekerja. Karena tidak lama kemudian anak perempuanku dan pacarnya bukan hanya ikut kebaktian, tapi juga menerima baptisan. Sedangkan anak lelakiku yang sedang gawat karena kanker rongga mulut -- segala pengobatan yang telah dilakukan tidak dapat meringankan penyakitnya, Tuhan membuka mata hatinya sehingga mau menerima Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat pribadinya.
Dan yang sangat menggembirakan, istrinya pun ikut percaya sehingga mereka bersama-sama menerima baptisan kudus.

Luka hati yang sangat dalam karena ditinggalkan seseorang yang kita cintai, tidak akan mudah untuk dilupakan. Tapi aku yakin bahwa Allah yang aku percaya akan selalu berada di sampingku, memimpin dan melindungi sepanjang hidupku yang penuh kelelahan dan penderitaan.

Bahan diambil dan diedit seperlunya dari:
Judul buku : Jalan Tuhan Terindah
Judul artikel: Hati yang Luka
Penulis : Pdt. Paulus Daun, M. Div, Th. M
Penerbit : Yayasan Daun Family Manado
Halaman : 3 -- 6

No comments:

Post a Comment