Sepasang pengantin baru tengah berjalan bergandengan
tangan di sebuah hutan pada suatu malam musim panas
yang indah, seusai makan malam.
Mereka sedang menikmati kebersamaan yang menakjubkan
tatkala mereka mendengar suara di kejauhan: "Kuek!
Kuek!"
"Dengar," kata si istri, "Itu pasti suara ayam."
"Bukan, bukan. Itu suara bebek," kata si suami.
"Nggak, aku yakin itu ayam," si istri bersikeras.
"Mustahil. Suara ayam itu 'kukuruyuuuk!', bebek itu 'kuek!
kuek!' Itu bebek, Sayang," kata si suami dengan
disertai gejala-gejala awal kejengkelan.
"Kuek! Kuek!" terdengar lagi.
"Nah, tuh! Itu suara bebek," kata si suami.
"Bukan, Sayang. Itu ayam. Aku yakin betul," tandas si
istri, sembari menghentakkan kaki.
"Dengar ya! Itu adalah bebek , B-E-B-E-K. Bebek!
Mengerti?" si suami berkata dengan gusar.
"Tapi itu ayam," masih saja si istri bersikeras.
"Itu jelas-jelas bebek , kamu ? kamu ?"
Terdengar lagi suara, "Kuek! Kuek!" sebelum si suami
mengatakan sesuatu yang sebaiknya tak dikatakannya.
Si istri sudah hampir menangis, "Tapi itu ayam ?"
Si suami melihat air mata yang mengambang di pelupuk
mata istrinya , dan akhirnya , ingat kenapa dia
menikahinya. Wajahnya melembut dan katanya dengan
mesra, "Maafkan aku, Sayang. Kurasa kamu benar. Itu
memang suara ayam kok."
"Terima kasih, Sayang," kata si istri sambil
menggenggam tangan suaminya.
"Kuek! Kuek!" terdengar lagi suara di hutan,
mengiringi mereka berjalan bersama dalam cinta.
Siapa sih yang peduli itu ayam atau bebek ?
Yang lebih penting adalah keharmonisan mereka , yang
membuat mereka dapat menikmati kebersamaan pada malam
yang indah itu. Berapa banyak pernikahan yang hancur
hanya gara-gara persoalan sepele?
Berapa banyak perceraian terjadi karena hal-hal "ayam
atau bebek ?
Ketika kita memahami cerita tersebut , kita akan ingat
apa yang menjadi prioritas kita. Banyak hal jauh lebih
penting ketimbang mencari siapa yang benar tentang
apakah itu ayam atau bebek.
Lagi pula , betapa sering kita merasa yakin , amat
sangat mantap , mutlak bahwa kita benar , namun
belakangan ternyata kita salah ?
Lho , siapa tahu? Mungkin saja itu adalah ayam yang
direkayasa genetik sehingga bersuara seperti bebek !
Kadang dalam pelayanan , kita juga berbuat hal yang
sama , rasa ingin menonjol yang tinggi , merasa paling
benar sendiri , sehingga rasanya Tuhan makin jauh saja
, padahal yang kita perlukan adalah seberapa dekat
kita dengan Nya , seberapa mudah kita menjamah tangan
Nya , bukan mempersoalkan bagaimana caranya.
0 komentar:
Post a Comment